Lawas kada coret² di blog, sehabis wisuda hanyar ini sempat menulis.....
Dulu aku mengambil judul skripsi "Pendidikan Anak dalam Islam" alasan memilih judul itu karena cintanya sma anak kecil dan juga perihatin sma akhlak, pergaulan anak² zaman sekarang.
(Bahasa Banjar) Lgi dahulu tu amnx djlan tlak kuliah rancak bnar mmbahas maslah pendidikan anak lwan aa lailam. An jua hndak mendalami masalah pendidikan anak supaya menjadi bekal gasan saurang pribadi kainanya.
Mendidik anak itu dari dalam kandungan, tapi
Kalau mendidik anak pada usia remaja, tentunya berbeda dengan mendidik mereka di usia kanak-kanak. Banyak hal yang berubah pada anak kita ketika mereka memasuki usia remaja. Masa remaja ini masa penting yang dilalui anak-anak kita. Dan pada masa ini pula acapkali timbul gejolak yang membuat orangtua mengurut dada.
Sebagai orangtua, kita patut berkaca pada kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dalam mendidik anak remaja. Dengan harapan tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut. Apa saja kesalahan orangtua dalam mendidik remaja?
1.Orangtua tidak memahami perubahan yang terjadi pada anak ketika memasuki usia remaja
Ketika anak memasuki usia remaja (baligh), terjadi banyak perubahan dalam dirinya. Pada masa ini, anak sudah memiliki dorongan seksual, sehingga memiliki ketertarikan yang besar terhadap lawan jenis. Seringkali orangtua tidak siap menerima kenyataan ini. Alih-alih memberi pemahaman yang baik, malah memarahi anaknya ketika kedapatan jatuh cinta. Ada juga orangtua yang cuek dengan apa yang dilakukan anaknya, sehingga anaknya terjerumus pada pergaulan bebas.
Perubahan lainnya yang terjadi pada anak, saat menginjak usia remaja adalah perubahan hormonal dalam tubuhnya. Dampaknya, tumbuh jerawat, keringat menjadi lebih bau, doyan makan, mudah memberontak, emosi labil, dan terjadi pertumbuhan yang pesat pada tubuhnya. Seringkali orangtua tidak memahami ini sehingga tidak siap dengan perubahan yang terjadi. Akibatnya timbul konflik antara orangtua dan anak.
2.Masih menganggap remaja sebagai anak-anak
Remaja bukanlah anak-anak dan bukan juga manusia dewasa. Mereka sudah tidak mau diperlakukan sebagai anak kecil. Karena orangtua masih menganggap anak kecil, maka seringkali bersikap otoriter. Misalnya dalam pemilihan model pakaian. Acapkali orangtua masih senang memilihkan pakaian anak remaja sesuai seleranya dan tidak siap ketika mereka punya pilihan sendiri. Dari urusan pakaian ini bisa menjadi masalah runyam.
Orangtua yang masih menganggap anak remaja seperti masih anak-anak seringkali tidak memberi kesempatan kepada anak-anaknya untuk menentukan sebuah pilihan. Semua pilihan ditentukan oleh orangtua anak hanya menjalani.
3.Mengomel
Orangtua terutama ibu acapkali mudah untuk mengomeli anak. Omelan biasanya disertai dengan luapan emosi, sehingga tidak bisa mengontrol kata-kata yang diucapkan. Bisa jadi kata-kata yang diucapkan ketika mengomel melukai hati anak, sehingga timbul amarah dalam diri anak. Jika dalam diri anak memendam amarah pada orangtua akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Tentunya ini bukan kondisi yang baik bagi perkembangan anak remaja kita. Di samping itu, omelan orangtua akan menjatuhkan harga diri anak, apalagi jika disampaikan di depan orang lain walaupun anggota keluarganya.
4.Tidak menjalin komunikasi yang harmonis dengan remaja
Komunikasi adalah alat penting dalam berinteraksi dengan sesama manusia, termasuk dengan buah hati kita. Namun sayangnya, tidak sedikit orangtua yang tidak bisa menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anaknya. Karena alasan sama-sama sibuk maka sulit berkomunikasi. Padahal dengan komunikasi yang sehat antara orangtua dan anak bisa memagari anak dari perilaku yang tidak baik.
Ketika anak kita menginjak usia remaja, banyak hal baru yang akan dialaminya. Sehingga mereka mudah galau dan memerlukan tempat untuk curhat. Apa jadinya jika komunikasi remaja dengan orangtuanya tersumbat. Mereka akan mencari tempat curhat yang lain. Kalau mereka menemukan sosok yang baik selain orangtuanya tidak jadi masalah, tapi jika menemukan sosok yang tidak baik bisa fatal akibatnya.
Ada contoh kasus, seorang remaja yang merasa kesepian di rumah. Kemudian ia mencari obat kesepian dengan nongkrong bersama teman-temannya. Kehadirannya disambut hangat oleh seorang gembong narkoba. Anak itu mendapatkan apa yang dicarinya, persahabatan, tempat curhat, dan perhatian yang semua itu tidak didapatnya di rumah. Singkat cerita, anak itu pun menjadi pecandu narkoba dan sekaligus pengedar narkoba. Masa mudanya hancur karena berawal dari masalah komunikasi.
5.Orangtua tidak berhasil membuang sampah dalam dirinya
Tekanan pekerjaan, beban hidup yang semakin berat, dan letih menyebabkan kita menyimpan emosi yang siap meledak. Emosi itu adalah sampah dalam diri kita. Alangkah bahayanya jika kita membawa sampah itu ketika berinteraksi dengan buah hati. Kita menjadi mudah terpancing emosi dengan hal-hal sepele di hadapan anak kita. Bisa jadi anak-anak kita-lah tempat membuang sampah dalam diri kita. Mereka menjadi luapan emosi kita.
Apa yang mereka rasakan jika terus menerus menjadi tempat sampah orangtuanya? Marah, benci, merasa direndahkan, dendam, dan masih banyak lagi rasa yang bersemanyam dalam hati anak-anak itu. Rasa-rasa itulah yang mengantarkan anak remaja kita menjadi sosok yang bengal dan susah diatur.
6.Orangtua tidak berempati pada anak remajanya
Sekali lagi bahwa anak remaja kita akan mengalami banyak hal baru yang menyebabkan mereka kebingungan dengan diri sendiri. Acapkali orangtua tidak mau tahu dengan ketidak nyamanan anaknya. Sehingga anak-anak itu mencari solusi sendiri dengan resiko melangkah di luar rel kebenaran.
7.Haus akan prestasi anak. Banyak orangtua yang merasa sangat bahagia ketika anak-anaknya mendapat prestasi, terutama prestasi akademik
Sehingga orangtua menekan anak-anaknya untuk meraih prestasi gemilang. Anak-anak dipaksa untuk mengikuti berbagai les agar meraih prestasi. Hidup di bawah tekanan sangatlah tidak nyaman. Begitu pun dengan anak remaja kita. Mereka tidak nyaman dan akhirnya mereka berlari dari tekanan itu kepada hal-hal negatif misalnya narkoba, berselancar di internet, menikmati pornografi, dan lain sebagainya.
Setiap orang tua pasti selalu ingin yang terbaik bagi anaknya. Banyak hal yang dilakukan agar anak tersebut menjadi manusia yang berguna, bahkan orang tua selalu mengatakan bahwa anaknya harus lebih baik dari dirinya sendiri dalam berbagai hal, baik ilmunya, pendidikannya, rezekinya dan dalam segala hal. Namun kenyataannya secara sadar ataupun tidak, orang tua sering membuat kesalahan dalam mendidik putra-putrinya. Bagaimana cara mendidik anak yang benar?
Hindari cara mendidik anak yang salah berikut ini:
1. Kurang Pengawasan
Professor Robert Billingham, seorang pakar Human Development and Family Studies dari Indiana University mengatakan bahwa anak sekarang terlalu banyak bergaul di lingkungan yang semu di luar lingkungan keluarga dan itu merupakan hal buruk yang seharusnya mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Jika kita orang tua yang sibuk bekerja, pastikan selalu mengunjungi anak di tempat penitipan anak atau sekolahnya secara rutin dan terencana. Jika pengawasan menjadi kurang, solusinya adalah kita harus mencari tempat penitipan lain yang memungkinkan kita dapat mengawasi anak. Jangan biarkan anak kita “di luar” sendirian, karena bagaimanapun anak membutuhkan perhatian kita sebagai orang tua.
2. Gagal Mendengarkan
Charles Fay, Ph.D, seorang psikolog pernah mengatakan bahwa banyak orang tua yang terlalu lelah dalam memberikan perhatian pada anak dan cenderung kurang peduli pada apa yang anak-anak mereka ungkapkan. Misalnya saat seorang anak laki-laki pulang dengan mata yang terlihat lebam, pada umumnya orang tua langsung menanggapi kondisi anaknya tersebut dengan berlebihan, mengira-ngira si anak terkena benturan bola, atau bahkan berkelahi dengan temannya di sekolah. Tapi faktanya, orang tua tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga anaknya sendiri yang bercerita.
3. Meluruskan Kesalahan Anak
Professor Robert Billingham mengatakan bahwa orang tua baiknya membiarkan terlebih dahulu jika anak melakukan suatu kesalahan, jangan langsung memvonisnya bersalah, biarkan anak Anda belajar dari kesalahannya agar kesalahan tersebut tidak terulang di lain waktu. Tentu saja maksud Billingham ini adalah jika kesalahan anak tidak membahayakannya jika dibiarkan terlebih dahulu, namun maksudnya adalah kesalahan kecil yang membuat anak bisa belajar mengatasinya. Bantu Anak kita untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri.
4. Terlalu Berlebihan
Menurut Judy Haire, seorang pakar yang sudah menangani berbagai masalah anak, banyak orang tua yang banyak menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri. Tapi sangat sedikit yang meluangkan waktu bersama anaknya. Seorang ibu bisa bermake-up atau berfacebookan berjam-jam dan hanya punya sedikit waktu untuk anaknya sendiri. Luangkan waktu yang lebih banyak untuk mendampingi anak agar dapat memacu dan menumbuhkan kretifitas pada anak.
5. Bertengkar Dihadapan Anak
Menurut psikiater ternama Sara B. Miller, Ph.D., perilaku orang tua yang sangat mempengaruhi dan merusak mental anak adalah bertengkar dihadapan anak. Ketika orang tua bertengkar di hadapan anak, khususnya jika anak adalah anak lelaki, maka nantinya anak tersebut mejadi pria dew,asa yang tidak sensitif yang tidak dapat menjalin hubungan dengan wanita dengan cara yang sehat. Sebaiknya jika orang tua sedang bertengkar seharusnya mereka tidak memperlihatkannya pada anak-anak yang ada di sekitar mereka. Wajar saja bila orang tua bertengkar dan memiliki perbedaan pendapat pendapat tetapi sebisa mungkin harus dilakukan tanpa amarah, karena hal itu dapat menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa takut bagi anak.
6. Tidak Konsisten
Anak harus menyadari peran orang tua mereka. Oleh sebab itu orang tua harus konsisten dengan ucapannya. Cara mendidik anak saat ini sering bertolak belakang antara ucapan dan perbuatan orang tua. Saat anak meminta jajan makanan yang tidak sehat baginya, orang tua jelas melarang. Namun saat anaknya terus saja merengek dan menangis, akhirnya orang tua menyerah dan memberikan uang pada si anak untuk membeli makanan tersebut. Ini tidak baik bagi psikologis anak, dalam fikirannya akan tertanam bahwa orang tuanya tidak konsisten. Nanti jika ia menginginkan hal lain dari orang tuanya, ia akan melakukan hal yang sama dan terus menerus hingga usianya bertambah.
7. Mengabaikan Tuntunan Islam Dalam Mendidik Anak
Kebanyakan orangtua sekarang tidak mempunyai bekal ilmu syar'i untuk mendidik anak sehingga anak jarang mendapatkan sentuhan-sentuhan nilai Islami. Sangat penting dalam masa keemasan ini anak sudah diberikan pemahaman mana yang baik dan buruk menurut Islam sehingga tertanam dalam jiwanya ruh keIslaman.
8. Terlalu Banyak Nonton TV
Neilsen Media Research melaporkan bahwa anak-anak di Amerika dengan usia 2-11 tahun menghabiskan waktunya untuk menonton TV 3 jam dan 22 menit dalam sehari. Saya rasa di Indonesia juga tidak jauh berbeda, bahkan sebagian anak lebih lama dari itu dalam menyaksikan siaran TV. Terlalu banyak Menonton TV akan membuat anak jadi malas dalam belajar. Ironisnya, banyak orang tua cenderung membiarkan anak mereka berlama-lama di depan TV, hal itu mereka lakukan daripada mengganggu aktifitas mereka sebagai orang tua. Jika demikian, semua acara TV yang negatif dan tidak sesuai dengan usia anak juga akan masuk pada kepala dan orang tua tidak akan bisa memfilternya. Dampingi anak kits saat menonton TV dan pilihkan acara yang sesuai dengan usianya dan batasi kegiatannya dalam menonton TV setiap hari.
9. Segalanya Diukur Dengan Materi
Anak membutuhkan quality time bersama orangtuanya. Tidak cukup hanya memberi anak berbagai benda dan mainan yang bisa mereka koleksi. Karena anak juga membutuhkan orang tua untuk mendengarkan mereka dibandingkan dengan kita memberinya sesuatu dan diam. Ini berdampak kurang baik bagi psikologis anak.
::: Kesalahan-kesalahan Dalam Mendidik Anak :::
Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah Ta'ala. Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua. Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya” [An-Nisa : 58]
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhamamd) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” [Al-Anfal : 27]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban terhadap yang dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
“Artinya : Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah mengharamkan sorga bagianya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.
Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu.
Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya ; yang tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan remaja.
Berikut ini bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
[1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
[2]. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
[3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
[4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
[5]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
[6]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik
[7]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
[8]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
[9]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.
Dizaman yang serba canggih ini banyak tantangan Orangtua Dalam Mendidik Anak.
Banyak yang menyatakan tantangan orangtua masa kini adalah kemajuan teknologi yang membuat pola pikir dan sikap anak sekarang jauh berbeda dengan anak zaman dulu. Benarkah demikian?
Mungkin hal tersebut benar menjadi salah satu tantangan zaman, akan tetapi sebenarnya banyak hal yang lebih bersifat internal yang perlu disadari sebagai tantangan orangtua dalam pendidikan putra-putrinya:
1. Kurangnya ilmu parenting
Yap, banyak orangtua yang masih tak paham pentingnya ilmu dalam mendidik anak. Ada yang mendidik anak dengan kekerasan berupa bentakan, pukulan, hardikan, padahal kekerasan hanya akan merusak mental anak.
Ada pula orangtua yang terlalu memanjakan anak hingga anak tak punya kemampuan untuk hidup mandiri sampai ia dewasa.
Ilmu parenting perlu dipelajari oleh setiap orangtua, terutama yang terkait dengan parenting kekinian. Kurangnya ilmu merupakan tantangan terbesar orangtua dalam mendidik anak-anaknya.
Bayangkan betapa mengerikannya jika kita salah mendidik, salah pola asuh, sehingga anak bukannya menjadi aset ke surgaNya, tapi justru malah menjadi beban karena ketidakbecusan kita mendidiknya.
2. Abai terhadap kehalalan sumber rezeki dan makanan anak
Ini adalah tantangan internal selanjutnya. Sudahkah kita sebagai orangtua konsen penuh terhadap kehalalan sumber rezeki dan makanan yang masuk ke perut anak?
Bagaimana mungkin kita berharap anak menjadi shaleh jika salah memberinya makanan haram?
3. Kurangnya kemampuan berkomunikasi dengan anak
Faktor internal lainnya adalah kurangnya kemampuan dan kemauan orangtua untuk berkomunikasi dengan anak. Banyak orangtua yang berkomunikasi satu arah saja seperti bos dengan anak buahnya.
Orangtua ingin anak jadi penghafal quran, langsung menjebloskan anak ke pesantren tanpa menanyakan persetujuan anak terlebih dulu. Walaupun niatnya baik, tapi cara keliru seperti ini justru rawan untuk mental anak. Ia akan merasa seperti robotnya orangtua, dikhawatirkan perkembangan mentalnya bisa terganggu di masa mendatang.
4. Kemajuan teknologi
Banyak orangtua yang alih-alih memanfaatkan teknologi untuk mendidik anak, namun malah justru menjauhkan anak sama sekali dari teknologi. Padahal anak-anak nantinya akan menghadapi persaingan berat yang memerlukan kecakapan dalam penguasaan teknologi.
Orangtua perlu bersikap bijak dalam hal ini. Agar anak-anak tak lantas jadi gaptek dan tak mempunyai kemampuan ketika dewasa kelak.
Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam bishshawab.